Asahan(Sumut)-Rapat penyampaian hasil identifikasi dan pengecekan lapangan terkait permasalahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Padasa Enam Utama Teluk Dalam digelar pada Senin (3/11/2025). Rapat tersebut membahas sengketa lahan di wilayah Desa Teluk Dalam, Desa Mekar Tanjung, dan Desa Pulo Maria, Kecamatan Teluk Dalam, serta Desa Silomlom, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Asahan.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) itu, sejumlah kelompok tani dari dua kecamatan menyampaikan tuntutan mereka kepada PT Padasa Enam Utama. Mereka menilai perusahaan telah melakukan tindakan sewenang-wenang dengan menggarap lahan masyarakat yang berada di luar batas HGU.
Berdasarkan hasil identifikasi lapangan, ditemukan bahwa sebagian lahan yang dikelola oleh PT Padasa Enam Utama berada di luar wilayah HGU. Namun, laporan hasil pengukuran yang disampaikan kepada DPRD Asahan dianggap tidak resmi karena tidak menggunakan kop surat maupun stempel dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Asahan.
Ketidak hadiran pihak manajemen PT Padasa Enam Utama dalam rapat tersebut juga memicu kemarahan anggota Komisi A DPRD Asahan. Ketua Komisi A menyatakan, hasil rapat ini akan disampaikan kepada DPR RI sebagai bentuk tindak lanjut atas ketidak patuhan perusahaan dan lemahnya pengawasan instansi terkait.
Sementara itu, Kelompok Tani Ampibi Silomlom Jaya (ASJ) melalui sekretarisnya, Beriman Manik, menegaskan bahwa data yang mereka miliki menunjukkan kejanggalan pada luasnya HGU perusahaan. Berdasarkan SK HGU Nomor 23/PT.PEU/BPN-RI/2014, luas HGU PT Padasa Enam Utama seharusnya hanya 827,43 hektare, namun fakta di lapangan menunjukkan penguasaan lahan mencapai lebih dari 1.000 hektare.
“Hal serupa juga ditemukan di Kecamatan Teluk Dalam, di mana hasil identifikasi menunjukkan sekitar 1.200 hektare areal APL (Area Penggunaan Lain) yang seharusnya menjadi lahan masyarakat justru dikelola perusahaan”kata Beriman Manik.
Lahan ini sebelumnya diolah oleh kelompok tani seperti Pejuang Tani Maju Bersama yang diketuai Wildan Simatupang, serta Kelompok Tani Bersatu yang dipimpin Budi.
Konflik masalah Lahan di Kabupaten Asahan sering terjadi bentrok antara warga penggarap lahan dengan Pihak Perusahan Padasa Enam Utama yang mengklaim bahwa yang digarap warga masuk HGU mereka.
“Padahal sudah jelas yang kami garap tidak masuk dalam HGU Perusahaan. dan kami meminta Kepada bapak DPRD Asahan agar segera memanggil Kepala BPN Asahaan untuk mempertanyakan Berapa luas HGU yang di Kuasai PT Pandasa Enam Utama”Terangnya.
Di akhir rapat, Komisi A DPRD Asahan menegaskan agar hasil identifikasi lapangan disampaikan secara resmi dan sah, menggunakan kop surat serta stempel BPN Asahan. DPRD juga meminta agar pada RDP selanjutnya Kepala BPN Kabupaten Asahan hadir langsung, bukan hanya diwakilkan oleh anggota honorer yang dinilai kurang memahami persoalan.
Masyarakat dan kelompok tani Asahan menyatakan kekecewaannya terhadap kinerja instansi pemerintah khususnya Badan Pertahanahan Nasional (BPN) yang dinilai tidak profesional dan lamban menangani konflik agraria tersebut (Tim)
